Laman

Minggu, 10 Mei 2015

Penyalahgunaan Obat Berbahaya pada Dekstrometorfan


Dekstrometorfan (DMP) telah digunakan sebagai bahan aktif sebagai obat pereda batuk, namun kini telah banyak disalahgunakan sebagai obat 'fly' atau teler. Dengan dibuktikan beberapa waktu lalu kasus penyalahgunaan obat batuk yang dijual bebas ini terjadi di Kabupaten Cilacap, dimana dua siswa SMP warga Desa Tambaksari, Kecamatan Kedungreja, meninggal dunia akibat overdosis setelah mencoba fly dengan menggunakan obat batuk ini


Tidak hanya Indonesia, beberapa negara juga melakukan penarikan dekstrometorfan karena dapat menyebabkan kematian dan banyak terjadinya penyalahgunaan obat ini.

World Health Organization (WHO) dan pada 2008 Food and Drug Administration (FDA) menyatakan dekstrometorfan tidak aman dan mengkhawatirkan.

Sejarah Dekstrometorfan:

Dekstrometorfan pertama kali dipatenkan oleh perusahaan farmasi Amerika Serikat. Pada 24 September 1954 FDA menyetujuinya sebagai anti tusif (obat batuk).

Dekstrometorfan diidentifikasi sebagai salah satu dari tiga senyawa yang diuji sebagai bagian dari US Navy dan penelitian didanai CIA yang mencari pengganti nonaddictive untuk kodein.

Kemudian 1958 dinyatakan sebagai obat penekan batuk Over The Counter (OTC) penekan pada tahun 1958.

Saat itu belum ada penyalahgunaan sebagai obat 'fly' atau teler. Seiring berjalannya waktu banyak oknum yang menyalahgunakan, dibandingkan kodein dan morfin DMP dapat dikatakan lebih menguntungkan selain harganya murah, dengan dosis sedikit berlebih dari yang dianjurkan dapat menimbulkan efek sebagai obat penenang.

Pada tahun 1960, DMP dipasarkan di Amerika Serikat sebagai satuan tunggal bernama Romilar. Ini dianggap obat batuk aman dibandingkan dengan kodein.

Namun tidak lama setelah itu banyak yang menyalahgunakan Romilar. Dan 13 tahun kemudian sekitar 1973 Romilar ditarik dari peredaran.

Setelah itu perlahan dan secara bertahap DMP diasumsikan rentan terhadap penyalahgunaan. Asumsi tersebut pada tahun 1973 hanya hipotesis sehingga muncul kembali DMP dalam bentuk sirup.

Tahun 1980an dan awal 1990 Amerika Serikat mulai memerangi narkoba dan menginformasikan bahaya penyalahgunaan DMP.

Pertengahan 1990an informasi bahaya DMP terbilang menjadi pusat perhatian, dan akses internet meningkat terkait pencarian informasi bahaya DMP.

Pada tanggal 1 Januari 2013 dekstrometorfan dilarang dijual pada anak-anak di negara bagian California, kecuali dengan resep dokter.

Alasan penyalahgunaan obat dekstrometorfan
Ada beberapa alasan mengapa dekstrometorfan banyak disalahgunakan, diantaranya adalah :

  1. Desktrometorfan mudah didapat. Dekstrometorfan merupakan yang dapat diperoleh secara bebas baik di apotek maupun di warung-warung. Penyalahgunaan obat dekstrometorfan umumnya dalam bentuk sediaan tablet, karena dalam bentuk tablet dapat diperoleh dosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk sediaan lain seperti sirup, dan ini cukup berbahaya bagi tubuh.
  2. Harga dekstrometorfan relatif murah. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 092/Menkes/ SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012, harga eceran tertinggi Desktrometorfan HBr tablet 15 mg dengan kemasan kotak isi 10 x 10 tablet adalah Rp. 14.850,- . Dekstrometorfan HBr tablet 15 mg dengan kemasan botol isi 1000 tablet, harga eceran tertingginya adalah Rp. 53.406,-. Jadi rata-rata harga eceran tertinggi untuk 1 tablet Dekstrometorfan HBr adalah Rp. 50,- hingga Rp. 150,-.
  3. Persepsi masyarakat bahwa obat bebas itu aman, karena dekstrometorfan dapat dibeli secara bebas sebagai obat batuk, sehingga banyak orang beranggapan bahwa penyalahgunaan dekstrometorfan relatif lebih aman dibandingkan dengan obat golongan narkotika atau psikotropika yang regulasinya lebih ketat. sehingga menyebabkan banyaknya penyalahgunaan obat ini dan efek sampinya cukup berbahaya.
Anggapan masyarakat bahwa Dekstrometorfan aman karena saat ini di Indonesia statusnya sebagai Obat Bebas, perlu dipikirkan kembali, karena legal status Dekstrometorfan sebenarnya tidak selalu demikian apabila kita lihat sejarahnya.

Efek samping dari penyalahgunaan 

Pada penggunaan dengan dosis lazim efek sampingnya :
  • mengantuk
  • pusing, 
  • nausea, 
  • gangguan pencernaan, 
  • kesulitan dalam berkonsentrasi 
  • rasa kering pada mulut dan tenggorok. 
Pada kasus penyalahgunaan, dosis yang digunakan biasanya jauh lebih besar daripada dosis lazim, efek sampingnya :
  • kebingungan, 
  • keadaan seperti mimpi, 
  • rasa kehilangan identitas pribadi, 
  • gangguan bicara dan pergerakan, 
  • disorientasi, 
  • pingsan, 
  • mengantuk (Schwartz, 2005; Siu et al., 2007).


http://health.liputan6.com/read/710029/begini-sejarah-dekstrometorphan-sampai-ditarik-peredarannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar